Sabtu, 07 Januari 2017

Sepatu Lusuh

Sepenggal kisah dari Sepatu lusuhku

Saudaraku....
Suatu hari seorang alim sedang berjalan-jalan santai bersama
salah seorang dari santri-santrinya di sebuah desa....
Di tengah asyiknya berjalan seraya bercerita memberikan ilmu kepada santrinya, keduanya melihat sepasang sepatu yang sudah usang lagi lusuh dibawah pohon yang rindang. Mereka yakin bila sepatu lusuh itu adalah milik pekerja kebun yang tengah bekerja di sana, akan segera menyelesaikan pekerjaannya.

Tiba-tiba muncul dibenak si santri untuk berbuat iseng ngerjain sepatu milik pekerja kebun itu dan berujar kepada gurunya:
“Maaf Kyai, bolehkah aku mencandai tukang kebun ini dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita bersembunyi dibelakang pohon-pohon itu? Aku hanya ingin melihat reaksinya ketika dia datang tidak mendapatkan sepatunya kembali, bagaimana dia kaget kehilangan sepatu lusuh dan kecemasannya!”

Syekh yang alim dan bijak itu menjawab:
أَسْتَغفِرُاللهَ الْعَظيِمْ
“Santriku.., sungguh tidak pantas kita menghibur diri dengan mengorbankan orang
miskin, atau bersenang-senang diatas penderitaan dan cucuran airmata orang lain. Bukankah kamu seorang santriku dan lebih mampu dari tukang kebun itu, bukan?

Santrku..? Begini saja, bagaimana jika kamu menghibur kesenangan dirimu dengan membahagiakan orang lain? Kamu bisa saja
menambah kebahagiaan untuk dirinya. Sekarang kamu coba
memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam sepatunya, kemudian kamu saksikan bagaimana reaksi dari tukang kebun yang miskin itu”.

Si santripun tersentak hatinya lalu terdiam penuh takjub atas usulan gurunya. Seketika si santri langsung bergerak  dan memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sepatu lusuh milik tukang kebun itu. Kemudian barulah dia bersembunyi
di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa
yang akan terjadi dengan tukang kebun itu.

Tidak beberapa lama datanglah pekerja miskin itu sambil
mengibas-ngibaskan kotoran dari pakaiannya. Dia menuju tempat sepatunya yang ia tinggalkan sebelum bekerja.
Ketika ia mulai memasukkan kakinya ke dalam sepatu, ia jadi terperanjat, karena ada sesuatu yang mengganjal di dalamnya. Saat ia keluarkan ternyata….yang mengganjal itu beberapa lembar uang kertas. Dan sontak dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi beberapa lembar uang kertas yang sama.
Si tukang kebun miskin itu memandangi uang itu berulang-ulang, seakan ia tidak
percaya dengan penglihatannya.
Setelah ia memutar pandangannya ke segala penjuru ia tidak
melihat seorangpun.
Selanjutnya ia memasukkan uang itu ke dalam sakunya, lalu ia berlutut sambil melihat ke langit dan menyungkurkan wajahnya bersujud menangis penuh rasa syukur. Dia berteriak
dengan suara tinggi, seolah-olah ia bicara kepada Allah ar rozzaq :

“Aku bersyukur kepada-Mu wahai Robbku. Wahai Yang Maha
Tahu bahwa istriku lagi sakit dan anak-anakku lagi kelaparan.
Mereka belum mendapatkan makanan untuk hari ini. Sungguh Engkau telah mengasihi dan menyelamatkan anak-anak dan istriku dari cemas dan kekawatiranku”.

Dia terus menangis dalam waktu cukup lama sambil memandangi
langit sebagai ungkapan rasa syukurnya atas karunia Allah Yang Maha Pemurah.

Tanpa disadari si Santri menyucurkan air bening dari kedua sudut matanya penuh rasa haru dan dengan pemandangan yang ia lihat di balik persembunyiannya. Air matanya terus mengucur tanpa dapat ia bendung.

Ketika itu san guru yang bijak tersebut memasukkan pelajaran
kepada muridnya :

“Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang lebih
dari pada kamu melakukan usulanmu yang pertama dengan
menyembunyikan sepatu tukang kebun miskin itu?”

Sang murid menjawab:
سُبْحَانَ اللّهُ وَالْحَمْدُلِلَّهِ وَلاَ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَ اَللّهُ اَكْبَرُ'

“Sungguh aku sudah mendapatkan pelajaran yang tidak akan mungkin aku lupakan seumur hidupku, Kyai. Sekarang aku baru paham makna
kalimat yang dulu belum aku pahami sepanjang hidupku:

“Ketika kamu memberi kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dari pada kamu menerimanya”.

Sang guru melanjutkan pelajarannya.
Dan sekarang ketahuilah santriku bahwa pemberian itu bermacam-macam bentuknya :

Memaafkan kesalahan orang di saat kamu mampu melakukan balas dendam itu adalah suatu pemberian.

Mendo’akan temanmu di belakangnya (tanpa
sepengatahuannya) itu adalah suatu pemberian.

Berusaha berbaik sangka dan menghilangkan prasangka buruk darinya itu juga suatu pemberian.

Menahan diri dari membicarakan aib saudaramu dibelakangnya itu adalah pemberian lagi.

Ini semua adalah pemberian, supaya kesempatan untuk berbagi dan memberi tidak dimonopoli oleh orang-orang kaya saja.
Jadikanlah semua ini pelajaran dan nutrisi bagi Iman, Islam dan Ikhsaan kepada Allah dalam ketaatan kepada-Nya...!

Semoga bermanfa'at..
"Menahan diri dan bersabar"

~abah al-faqiir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar