Minggu, 12 Februari 2017

Qona'ah dan Bersyukurlah..

Qona'ah dan Bersyukurlah...

Qana’ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidakpuas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak allah . Dan mari kita simak kisah qona'ahnya Rosulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam;

"Al kisah pada suatu hari, sahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidur di atas tikar anyaman pelepah kurma yang kasar. Di sebelahnya terdapat sehelai kain, satu sha’ gandum dan selembar kulit yang tergantung di atas dinding kamarnya. Umar  sungguh tidak kuasa menahan cucuran air matanya.

“Apa yang membuatmu menangis, Umar?” tanya Rasulullah saat beliau terjaga dari tidurnya. Umar berkata, “Ya Rasulullah, sungguh di sana para kisra dan kaisar tidur di atas ranjang yang empuk bertahtakan sutera dan permata. Sementara Engkau kekasih Allah di sini hanya tidur di atas tikar anyaman yang kasar”.

Beliau hanya menjawab, “Wahai putra Khaththab. Sesungguhnya ranjang para kisra dan kaisar itu akan berujung pada neraka, karena kecintaannya pada dunia. Sementara kasurku ini akan berakhir di surga. Apakah engkau tidak rela, bagi mereka itu adalah dunia tujuannya dan bagi kita adalah akhirat tujuannya?”.

Saat beliau bangun, tampak bekas tikar anyaman di pipi beliau. “Wahai Rasulullah, bila Engkau izinkan, tentulah kami akan membuatkan tempat tidur yang lebih layak dan lebih baik untuk Engkau wahai kekasih Allah”. Namun apa jawab Rasulullah? “Apalah artinya dunia ini bagiku? ya Umar,” kata beliau. “Sungguh keberadaanku di dunia ini hanya seperti seorang musafir yang bernaung di sebuah pohon, lalu kemudian pergi dan meninggalkannya”, lanjut Rasulullah.

Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah memang sangat bersahaja. Beliau menambal sendiri bajunya yang robek, membersihkan rumah, dan memperbaiki perlengkapan atau peralatan yang rusak. Di dalam rumahnya, tidak terdapat banyak perabot. Bahkan, beliau tidur hanya beralaskan anyaman pelepah kurma, sehingga bekasnya tampak jelas di punggungnya.

Namun semua itu tidak disebut miskin. Karena, miskin merupakan kondisi yang serba kurang, sedangkan Rasulullah hidup dalam keadaan berkecukupan. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak menempatkan kehormatan dirinya pada gelimang harta dan kekayaan. Hingga Beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah tidak melihat tampilan dan pakaian kalian, tetapi melihat apa yang ada dalam hati kalian”. Kekayaan tidaklah harus diartikan dengan banyaknya harta, tetapi kaya dalam arti hati, yaitu keimanan dan keislaman.

sebagaimana firman Allah:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al Baqarah : 155 )

Dan sabda Rosulullah:

عن ابى هرىرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس.(متفق عليه)     
Dari Abu Hurairah R.A berkata, Nabi SAW bersabda: bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta dan benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan hati. (Muttafaqun Alaih)

Kesederhanaan juga tidak membuat seseorang menjadi  hina dan lemah, Nabi menegaskan, “Mukmin yang kuat lebih disukai daripada mukmin yang lemah”.

Islam sangat membenci hidup yang berlebih-lebihan dan lebih mencintai kesederhanaan dan bersahaja. Sebab dalam segala sesuatu yang berlebih-lebihan itu pasti akan mendatangkan mudharat dan bisa membahayakan jiwa.

Oleh keadaan yang demikian inilah Allah dan Rasul-Nya mengarahkan orang-orang yang beriman untuk hidup dalam kebersahajaan dan sederhana dalam setiap gerak langkah hidup mereka. Allah SWT berfirman:

وَلا تُسرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“…dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”  (QS. Al-An’aam 6 : 141)

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَاب
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Saudaraku..! Bila hati kita sudah condong kepada dunia, hanya terpikir pada kemewahan dan kenikmatan dunia, hingga bertuhankan kepada dunia dan bertuhankan kepada nafsu duniawi, maka tanpa kita sadari sesungguhnya kita telah memiskinkan dan menghinakan diri kita sendiri dihadapan Allah di akhirat kelak.

وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّار
Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami". Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.

Moga manfaat dan bisa jadi renungan diri...
~abah al-faqiir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar