Sabtu, 31 Desember 2016

Jangan Remehkan

Kenalilah diri dan jangan pernah meremehkan atau menganggap rendah orang lain sebagaimana nasehat beliau Habibana al-Habib Umar bin Hafidz...

AL HABIB UMAR BIN HAFIDZ :

JIKA KALIAN MEMPUNYAI SEGUNUNG ILMU DAN AMAL KEBAIKAN, SERTA GURU KALIAN ADALAH PEMUKA ULAMA' DIZAMANNYA.

TAPI KALIAN MERENDAHKAN SEORANG MUSLIM...SIAPAPUN DIA, DARIMANAPUN DIA (MESKI IA ADALAH ORANG YANG PALING HINA DAN PALING BANYAK DOSANYA DIDUNIA).

MAKA ITU SUDAH CUKUP MENJADI DOSA BESAR YANG MENUTUPI SEMUA YANG KALIAN MILIKI.

ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA SAYYIDINA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI SAYYIDINA MUHAMMAD.

Hajar Aswad

HAJAR ASWAD

Hadits Muttafaq 'alaih...

Dari 'Abis bin Rabi'ah, menuturkan: Bahwa aku melihat Umar bin Khaththab رضي الله عنه mencium batu~yakni; Hajar Aswat~seraya berkata, "Sungguh aku tahu bahwa kamu hanyalah batu yang tak bisa menguntungkan atau membahayakan. Seandainya saja aku tidak melihat Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ menciummu, maka aku tidak akan pernah mau menciummu". (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhaarii ~tema 'Al-Hajj' no 1597 dan oleh Imam Muslim no 250 dan 1270).

Saudaraku...
Disini jelaslah bahwa Sahabat Umar bin Khaththab mau melakukan suatu perkara perbuatan yang dilakukan atau dicontohkan oleh Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ atau melakukan suatu perkara perbuatan yang Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ tidak mencegah atau melarangnya.

Adalah keharusan untuk menirukan suatu perkara perbuatan Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ yang telah disunnahkan bagi umatnya, meskipun belum diketahui akan makna dan hikmahnya yang terkandung dibalik perbuatan itu; sebagaimana Allah  سبحانه وتعالى berfirman;
.... وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"...apa-apa yang telah diperbolehkan Rosul bagi kalian maka kerjakanlah, dan apa-apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah keras siksa-Nya".

Dan semakin jelas bahwa ibadah itu bersifat 'Tauqifi' maksudnya harus diterima apa adanya sesuai petunjuk Beliau, Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ dan tanpa ada campur tangan dari umatnya dan harus ditirukan.

Hingga hanya Beliau, Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ yang patut dan harus kita tiru dan mencontohnya dan BUKAN meniru-niru suatu perkara prilaku dan perbuatan orang-orang KAFIR atau Tasyabbuh...

Moga manfaat

~abah al-faqiir

Jumat, 30 Desember 2016

Tasyabbuh

TASYABBUH...

Muharram 1437/1438 Hijriyah
---------------
Januari 2016/2017 Masehi...

Manakah tahun baru kita...?
Pantaskah kita menyambutnya tahun baru Masehi dgn suka-cita? Apalagi hingga melupakan atau mengabaikan tahun Hijriyah kita... أَسْتَغفِرُاللهَ الْعَظيِمْ 
Bahkan banyak dari kita yang meletakan harapan2 yang diinginkan dan yang tak diinginkan pada tahun baru Masehi, lalu dimana tahun Hijriyah kita sebagai Muslim..?

Saudaraku...
Membenarkan suatu perkara yang SALAH itu adalah SALAH dan sebuah pelanggaran, atau...
Menyalahkan suatu perkara yang BENAR itu adalah SALAH dan menjadi sebuah pelanggaran pula..
Namun meninggalkan suatu perkara yang SALAH untuk suatu perkara yang BENAR itu adalah BENAR atas sebuah kebenaran dan ketaatan...

Firman Allah dalam Yunus #32
فَذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ ۖ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ ۖ فَأَنَّىٰ تُصْرَفُونَ
"Demikianlah Allah, Tuhan kamu yang Haq, maka tidak ada sesudah Kebenaran melainkan hanya Kesesatan. Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan dari Kebenaran?

Disini jelas yang dimaksud 'Kebenaran' itu adalah petunjuk-petunjuk Allah dan Rosul-Nya dan maksud 'Kesesatan' itu adalah aturan-aturan atau perkara kebiasaan manusia yang menyimpang atau menyalahi petunjuk-petunjuk Allah.

Termasuk didalamnya adalah 'Tasyabbuh' yaitu suatu aturan atau prilaku akhlak yang mencontoh atau meniru-niru suatu perkara prilaku akhlak perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang KAFIR, baik dalam perkara penampilan, maupun dalam tata cara berpakaian, termasuk tata cara perayaan hari-hari besar mereka dan menyambut datangnya TAHUN BARU mereka (Masehi).

Ingatlah, Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ  secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda;

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”

Saudaraku...
Sikap kita saat (hari) ini hanyalah sebatas menghargai adanya pergantian tahun dalam perhitungan waktu masehi saja, namun TIDAK untuk menyambut, membaur dan merayakannya..., yang tidak ada seruan, anjuran, perintah maupun dasar hukum (Fiqih) dalam aqidah dan syar'i kita untuk menyambut dan merayakannya dalam bentuk apapun..!

Saudaraku...
Sungguh betapa indah dan eloknya, bila Hari (malam) ini kita isi dengan ibadah-ibadah Sunnah dengan mendatangi majlis-majlis ta'lim, majlis maulid, majlis Mujahadah dan membaca Al-QUR'AN atau mengenalkan dan mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak kita dan keluarga kita daripada tega membiarkan mereka melakukan Tasyabbuh yang penuh dengan kesesatan dan kemaksiatan...

أَسْتَغفِرُاللهَ الْعَظيِمْ  وَ أَعُوْذُ بِا للّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  وَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

Moga manfaat  dan renungan diri  bagi kita, keluarga dan anak-anak kita agar tidak terjebak oleh perkara-perkara yang bukan milik kita (Tasyabbuh)

~abah al-faqiir

3 Hari Kesempatan

TIGA HARI SAJA KESEMPATAN KITA...

Firman Allah  سبحانه وتعالى dalam Surat Al-Mu'minuun....
23.114 قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا ۖ لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Allah berfirman: 'Tidaklah kamu berdiam (tinggal) di dunia melainkan hanya sebentar saja, kalau kamu benar-benar mengetahui"
(QS. Al-Mu'minuun: 114)

Saudaraku..
Sesungguhnya kita semua ini hanya diberi waktu hanya sesaat atau memiliki waktu 3 hari saja untuk menapaki hidup di punggung bumi ini, yaitu;
•Hari kemarin,
•Hari ini (sekarang), dan
•Hari esok (mendatang).

>Hari kemarin itu adalah waktu yang tak akan pernah kembali dan menjadi pembelajaran...

>Hari ini adalah pemberian atas hasil perolehan dari apa-apa yang kita tanam atau perbuat di hari-hari kemarin. Sekaligus pada hari ini juga menjadi peringatan dan kesempatan untuk memperbaiki diri akan hari-hari esok, mau jadi apa dan mau kemana...?
Sehingga apa-apa yang akan diraih hari esok itu akan ditentukan apa-apa yang akan ditanam hari ini.

>Hari esok adalah hari yang belum tentu milik kita dan boleh jadi hari ini menjadi hari terakhir bagi kita yang tak bisa lagi  melihat dan menikmati cerahnya mentari esok hari...

Saudaraku..!
Tulislah rencana-rencana hidupmu dengan sebatang pensil di atas selembar kertas putih kehidupan ini....

Namun jangan pernah kita lupa untuk menyerahkan karet penghapusnya kepada ALLAH  سبحانه وتعالى ,  agar Dia, Sang Maha Pengapun, dapat menghapus bagian-bagian yang salah dari rencana hidup yang telah kita tulis.... niscaya Dia, HU ALLAH, akan menggantinya dengan yang haq dan benar dalam menapaki hidup ini agar meraih ridha-Nya dalam rahmat-Nya. Aamiin.

Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ bersabda: setiap anak Adam itu berdosa dan bersalah, namun sebaik-baiknya hamba Allah yang berdosa dan bersalah itu adalah hamba Allah yang bertaubat dan kembali kepada-Nya, Fafirruu Illallahu Robbi, robbul 'alamiin, Allah  سبحانه وتعالى .

Moga manfaat dan bisa jadi renungan kita semua hari ini..

~abah al-faqiir

Kamis, 29 Desember 2016

Saat marah diamlah

Saat Dikuasai Amarah

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

Apabila seseorang di antara kalian marah makah hendaknya diam. [HR Ahmad]

Marah berpotensi menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dalam kondisi marah, seseorang kerap lebih banyak dikuasai emosi ketimbang akal sehat.

Itulah mengapa Islam melarang seorang membuat keputusan dalam kondisi marah. Sebab, sikap yang adil membutuhkan ketenangan dan kejernihan hati dan pikiran.

Dan diam menjadi solusi tepat untuk menghindari dampak buruk dari kemarahan. Diam juga menjadi momen kontemplasi, menunduk beberapa saat untuk memikirkan kembali seberapa penting kemarahan itu memberikan manfaat.

Sebagaimana Rosulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam bersabda bahwa sesungguhnya orang yang paling kuat di bumi ini adalah mereka yang mampu menahan amarahnya sekalipun dia mampu marah. Wallâhu a‘liimul bishowab.

والله الموفق إلى أقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

~abah al-faqiir

Gerbang mana...

Amarah dan Sabar
(Dua gerbang yg Berbeda)
________
» Amarah kan slalu mengintai,
Manakala kita bersabar...,|
» Jangan kau pupuk rasa kesal dan amarahmu, mengawal kesabaranmu
• Bila sabar menipis, amarah pun 'kan jadi romantis...,|
• Bila sabar menghilang, amarah 'kan datang menerjang....|
» Manakala gerbang amarah menganga, kemungkaran pun 'kan menantang meraih laknat dan murka-Nya...,|
» Manakala gerbang sabar terbuka, istiqomah & amanah dapat  melengang membentang meraih rahmat-Nya...,| 
» Amarah 'kan membawa kita jauh dan lupa akan rahmatNya...,|
» Amanah & Sabar 'kan membawa kita meraih CintaNya...,|
» Lalu gerbang manakah yang 'kan kita lewati dalam menapakai hidup ini...?????|
_________
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Siapa yang menahan dari kehormatan kaum muslimin, maka Allah s.w.t. memaafkan kesalahan-kesalahannya pada hari kiamat, dan siapa yang menahan marahnya, maka Allah s.w.t. akan menghindarkan dari murkaNya pada hari kiamat."

~abah al-faqiir

Rabu, 28 Desember 2016

Abu Hurairah

Tiga Alasan Mengapa Abu Hurairah Terbanyak Meriwayatkan Hadits

Dalam Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah, Khalid Muhammad Khalid ketika menarasikan biografinya Abu Hurairah, tidak ketinggalan pula menelusuri rahasia di balik kelebihan Abu Hurairah dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah ketimbang sahabat-sahab lainnya dalam sisi produktivitas meriwayatkan hadits.

Sahabat Nabi yang masuk Islam pada tahun ketujuh setelah Hijrah ini memang dikenal sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Padahal terhitung sejak Abu Hurairah berbaiat masuk Islam di hadapan Nabi sampai wafatnya hanya menjumpai waktu kurang lebih empat tahun. Artinya dapat dikatakan Abu Hurairah bukan termasuk golongan sahabat yang masuk Islam pada periode awal. Tapi kenapa sebagai mukharrij awwal(perawi pertama) Abu Hurairah secara kuantitatif (jumlah) hadits yang diriwayatkannya lebih banyak melebihi para sahabat lain yang notabene jauh lebih lama menjumpai dan mendampingi Nabi.

Ternyata sebagai sahabat yang masuk Islamnya tidak pada periode awal Islam, dia menyadari bahwa dirinya memang termasuk orang yang masuk Islam belakangan. Kenyataan demikian membuat Abu Hurairah bertekad untuk mengejar ketertinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus-menerus dan secara konsisten mengikuti majelisnya.       

"Ketahuilah bahwa sahabat-sahabatku orang-orang Muhajirin itu sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar. Sedangkan sahabat-sahabatku orang-orang Anshar sibuk dengan tanah pertanian mereka. Sedangkan aku adalah seorang miskin yang paling banyak menyertai majelis Rasulullah, maka aku hadir saat yang lain absen," ujar Abu Hurairah menjelaskan.

Dengan kata lain, meski Abu Hurairah mendampingi dan menjumpai Nabi hanya sekitar empat tahun, tapi dalam tempo yang pendek tersebut dia benar-benar fokus menyertai Nabi. Selama rentang waktu itu, dia tidak memiliki kegiatan sampingan lain semisal berdagang atau bertani. Sementara sebagian sahabat lain, di samping menghadiri majelis Nabi, tapi umumnya juga masih memiliki kesibukan lain.   

Bila kita analogikan pada konteks sekarang pun pernyataan Abu Hurairah di atas masih sangat relevan. Meski sama-sama belajar ilmu agama Islam, apakah hasilnya sama antara anak yang belajar mengikuti pendidikan di Pondok Pesanren secara reguler dengan anak yang cuma belajar di pesantren kilat. Walaupun keduanya sama-sama memperoleh ilmu, namun jelas lulusan yang dihasilkan jauh berbeda.

Begitu pula di pendidikan formal, kendati sama-sama kuliah dan dapat ijazah misalnya, apakah sama antara mahasiswa yang kuliah di kelas reguler dan mengikuti alur akademik sebagaimana mestinya dibandingkan dengan mahasiswa yang mengambil jalur khusus dengan beban belajar yang jauh lebih ringan. Tentu secara mutu dan kualitas alumninya tidak sama.

Hujjah selanjutnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berbicara kepada para shahabat pada suatu hari, "Siapa yang membentangkan sorbannya hingga selesai pembicaraanku, kemudian ia meraihnya, maka ia takkan terlupa akan suatu pun dari apa yang telah didengarnya dariku," demikin Nabi bersabda.

"Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara padaku, kemudian kuraih kain itu, dan demi Allah tak ada satu pun yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar dari Nabi", terang Abu Hurairah.

Berkah doa Nabi tersebut kepada Abu Hurairah, didukung pula sebelumnya Abu Hurairah secara pembawaan memang sudah mempunyai daya ingat yang kuat dan mahir dalam menghafal.

Dan alasan ketiga adalah adanya kesadaran dan rasa kewajiban pada diri Abu Hurairah untuk menyampaikan apa yang telah diperolehnya dari Rasulullah kepada umat Islam yang belum mengetahuinya. Dalam hal ini Abu Hurairah menyatakan, demi Allah kalau tidaklah karena ada ayat dalam Al-Qur'an yang memerintahkan soal kewajiban ini, niscaya tidak akan kukabarkan kepada kalian sedikitpun. Ayat yang dimaksud adalah:

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah kami nyatakan kepada manusia di dalam kitab mereka. Itulah yang dikutuk oleh allah dan dikituk oleh para pengutuk (Al-Baqarah: 159)

Dengan demikian sebagai kesimpulan, menurut hemat kami, setidaknya ada tiga argumen yang menguatkan sahabat Abu Hurairah  kenapa dia seorang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah.

Pertama, karena Abu Hurairah meluangkan waktu untuk menyertai Nabi Muhammad jauh lebih banyak daripada para sahabat lainnya.

Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat doa oleh Rasulullah hingga daya ingatnya menjadi semakin kuat.

Ketiga, ia menceritakan hadits bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadita-hadits merupakan tanggungjawabnya terhadap agama dan hidupnya. 

Bisikan Syaitan

"HATI-HATI DENGAN BISIKKAN SYAITAN.......

"Sesungguhnya setan itu tidak suka jika ada hamba yang beriman mendapat cinta dan ridla dari Rabb-nya. Dia selalu berusaha dengan berbagai cara melalui tipu mushlihatnya untuk mempengaruhi, membujuk dan menjebak manusia ke dalam jurang kemaksiatan, dan tindakan keji, atau berkata tentang Allah tanpa ilmu. Dengan harapan, agar mereka terpelesat dan jatuh kedalam jurang nista yang hina dihadapan Allah dan menjadi temannya di neraka yang menyala-nyala.

"....dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS.14:7)
"...Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS.14:8)

"Begitu juga terhadap orang yang sudah terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan dan ingin keluar darinya. Setan nggak pernah tinggal diam......." Dia menggunakan berbagai cara dan tipu muslihat agar mereka tetap dalam lembah maksiat....." Setan bisa menggodanya dengan menanamkan perasaan bahwa dirinya sangat kotor, dosanya bertumpuk-tumpuk dan tak terampuni lagi...."Jadi ngerasa tidak ada lagi Pintu Taubat untuk tobat.

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ.
وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk". (QS.Az-Zukhruf:36-37)

Salah satu senjata ampuhnya setan dalam menggelincirkan manusia kedalam lembah nista kemaksiatan dan kesesatan adalah dengan "Sesekali membisikkan tipuan bahwa Allah itu  Maha penerima taubat dan Maha pengampun, hingga kapan saja bertaubat Allah senantiasa membuka pintu-Nya......".

Dan melalui hembusan dan bisikan inilah akhirnya banyak manusia meremehkan dan memandang mudah masalah taubat, menggampangkannya, dan menunda-nundanya sehinga ia tak pernah bertaubat karena ajal dahulu menjemput.........

۞ أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِين
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", (QS. YaaSiin:60)

Dan ingatlah saudaraku bahwa AJAL itu tak akan menunggu TAUBATmu...

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". (QS. Al-A'raaf:36)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahriim:6)

Moga manfaat dan bisa menjadi renungan diri dalam menapaki hidup di atas punggung bumi ini.

~abah al-faqiir

Selasa, 27 Desember 2016

Bersyukur

Bersyukur dan bersyukurlah
Jadilah hamba yang pandai bersyukur
Jangan pernah mengingkari nikmat-Nya

"....dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS.14:7)
"...Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS.14:8)

Moga kita menjadi hamba-hamba yang pandai bersyukur dan mensyukuri nikmat-Nya.

~abah al-faqiir

Senin, 26 Desember 2016

Renungan Diri

Nasehat dan Renungan diri…

Manakala berharap akan uang, yang datang ternyata hutang ..
manakala kemudahan yang diminta, justru yang hadir kesulitan ..
dan saat memohon sehat, yang hampiri adalah penyakit ..

Saudaraku….
Jangan pernah katakan pada Allah, bila kita punya kesulitan..,
Tapi katakanlah pada kesulitan itu bahwa kita punya Allah
Juga jangan pernah kita bertanya mengapa Allah tak mengakabulkan doa kita ..
Dan jangan pula paksa Allah kapan akan mengijabah doa kita ...

Saudaraku….
Kita semua tanpa terkecuali berada dalam genggaman-Nya
Dan janganlah heran mengapa Allah seakan mengabaikan permohonan kita ..
Boleh jadi apa yang kita mohonkan itu tidak baik buat kita..
Atau bisa saja Allah sedang mendengarkan tangis dan keluh-kesah kita…
Atau Dia tengah menguji seberapa jauh kesabaran, kesungguhan dan penghambaan kita kepada Nya..

Saudaraku…
Untuk mendapatkan jawaban-jawaban atas semua itu…
Mungkin akan lebih bijak bila kita bertanya pada diri ini …
Bagaimana tutur kata dan prilaku kita bicara ..
tanyakan seperti apa hatimu berkata ...

Apakah Subuh kita menjelang dhuha?
Apakah Dzuhur kita disisa waktu bisnis yang kita punya?
Apakah Ashar-Maghrib kita terlalu dekat waktunya?
Apakah Isya kita berlalu begitu saja karena lelah yang ada?

Saudaraku…
Jangan pernah beranggapan kita bebas berbuat apa saja dalam dosa dan kemaksiatan..
lalu bisa dibersihkan dan diputihkan kembali dengan Umroh atau Haji tiap tahun adanya ...
Setiap amal sholeh dan amal salah sekecil apapun itu ada balasannya ...
Jangan menipu Allah dan orang-orang beriman disekitar kita ..
Dan boleh jadi kita tengah menipu diri sendiri tanpa pernah kita sadari..
Jika ayat suci hanya kita pilih beberapa yang kita sukai ..
Surat Yusuf agar mendapatkan putera ganteng nan sholeh, ..
Surat Maryam agar memperoleh puteri nan cantik sholehah, ..
Surat Ar-Rahman agar berlimpah rejeki ...
atau surat Al-Waqiaah agar menjadi kaya raya…

Saudaraku…
Jangan pernah salahkan Allah,
Jika kita lebih mengutamakan KORAN dari pada QUR’AN dalam kehidupan nyata kita...
Jika perintah Allah hanyalah dijadikan beban, ..
Jika ibadah dan ketaatan kepada Allah diperlakukan bagai barang dagangan,..
dengan mempertimbangkan untung dan ruginya ...
Maka Jangan berharap ridha dan rahmat-Nya datang mengampiri dan…
Jangan pula berharap kehadiran dan kehangatan kecintaan-Nya datang menyelimuti …

Duhai Allah, Hu Robbii …
Jagalah kami dari hal-hal yang sedemikian ...
Bimbinglah kami dijalan-Mu yang lurus dalam ridha dan rahmat-Mu
Karna Engkau-lah tujuan hidup kami dalam menapaki hidup ini..
Aamiin ..

Moga manfaat bagi iman, Islam, dan ikhsaan kita ----

~abah al-faqiir

Minggu, 25 Desember 2016

Berkurangkah.. atau Bertambah..?

Berkurangkah... atau Bertambah...?

Matematika sedekah itu unik. Saat kita memberi apa yang kita punya, Allah justru akan mengembalikan lebih banyak lagi. Shodaqoh itu rumusnya bertambah, bukan berkurang. Investasi, bukan pengeluaran. Surat Al- An’aam ayat 10 menyebutkan: “Barang siapa membawa amal yg baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” Surat Al-Baqarah ayat 261 juga menyebutkan bahwa harta yg dinafkahkan di jalan Allah akan dikembalikan 700 kali lipat oleh Allah.

Pengembalian Allah bisa beragam bentuknya, tidak mesti harta, tapi sesuatu yang insya Allah pas untuk kita. Bukalah mata hati untuk melihatnya. Semakin banyak bershodaqoh, semakin banyak pula penggantian dari Allah. Insya Allah. Perbanyak amaliyah kita dan kurangi terus maksiat agar harta yang disedekahkan tak sia-sia.

Semoga Allah memudahkan kita untuk bershodaqohh, meringankan langkah untuk bershodaqoh, dan balasan dari Allah tak terhalang dosa-dosa kita. Aamiinn..

Moga kita bisa menjadi hamba-hamba yang selalu ringan dan diringankan berinvestasi kepada Allah melalui shodaqoh karena Allah Ta'ala. Aamiin.

~abah al-faqiir

QS. IBRAHIIM : 18

QS. Ibrahim, ayat 18

{مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ (18) }

Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat meng­ambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
Ayat ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan tentang amal perbuatan orang-orang kafir yang menyembah selain Allah beserta-Nya dan mendustakan rasul-rasul-Nya. Mereka adalah orang-orang yang membina amal perbuatannya bukan pada landasan yang benar, sehingga runtuh dan lenyaplah bangunannya, padahal ia sangat memerlukannya. Allah Swt. berfirman:

{مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ}

Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka. (Ibrahim: 18)
Yakni perumpamaan amal perbuatan mereka kelak di hari kiamat apabila mereka meminta pahalanya dari Allah Swt. Demikian itu karena mereka menduga bahwa diri mereka berada dalam kebenaran, tetapi ternyata tiada satu pahala pun yang mereka dapatkan. Tiada hasil bagi amalan-amalan mereka kecuali sebagaimana debu yang lenyap diterbangkan oleh angin badai yang amat besar, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

{فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ}

pada suatu hari yang berangin kencang. (Ibrahim: 18)
Yaitu hari yang berangin sangat kencang lagi kuat. Maka mereka tidak mendapatkan sesuatu pun dari amal-amal perbuatan yang mereka upayakan ketika di dunia. Keadaannya tiada lain seperti seseorang yang mengumpulkan debu di hari yang berangin sangat kuat. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا}

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23)

{مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ}

Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Ali Imran: 117)

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ}

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjukkepada orang-orang yangkafir. (Al-Baqarah: 264)
Sedangkan firman Allah Swt. dalam ayat berikut ini:

{ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ}

Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Ibrahim: 18)
Artinya, usaha dan amal mereka tidak mempunyai landasan, tidak pula lurus, sehingga mereka kehilangan pahalanya di saat mereka sangat memerlukannya.Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Ibrahim: 18)

QS. Mujadilah 20-22 & Tafsir

{إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ فِي الأذَلِّينَ (20) كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (21) لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (22) }

Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul­Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa, Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang kafir yang menentang lagi ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah orang-orang yang berada di suatu garis, sedangkan syariat berada di garis yang lainnya. Yakni mereka menjauhi perkara yang hak lagi menentangnya; mereka berada di suatu lembah, sedangkan petunjuk berada di lembah yang lain, alias tidak ada titik temu di antara keduanya.

{أُولَئِكَ فِي الأذَلِّينَ}

mereka termasuk orang-orang yang sangat hina. (Al-Mujadilah: 20)
Yakni orang-orang yang celaka yang dijauhkan dari kebenaran, lagi terhina di dunia dan akhirat.

{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي}

Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." (Al-Mujadilah: 21)
Yaitu telah diputuskan dan ditetapkan di dalam Kitab-Nya yang terdahulu (Lauh Mahfuz) dan takdir-Nya yang tidak dapat ditentang, tidak dapat dihalang-halangi dan tidak dapat diganti, bahwa kemenangan itu hanyalah bagi-Nya, Kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya yang beriman, baik di dunia maupun di akhirat.

إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ

sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.(Hud: 49)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:

{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk. (Al-Mu’min: 51-52)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ}

Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Mujadilah: 21)
Yakni Tuhan Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa telah menetapkan bahwa Dialah yang menang atas musuh-musuh-Nya. Dan ini merupakan takdir yang pasti dan perkara yang telah diputuskan tidak dapat diubah lagi, dan bahwa kesudahan yang baik serta kemenangan hanyalah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman di dunia dan akhirat. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:

{لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ}

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (Al-Mujadilah: 22)
Yaitu mereka tidak akan mau berteman akrab dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang tersebut adalah kaum kerabatnya sendiri. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ}

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. (Ali Imran: 28), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:

{قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}

Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum kerabat, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At-Taubah:24)
Sa'id ibnu Abdul Aziz dan lain-lainnya telah mengatakan bahwa ayat ini, yaitu firman-Nya: Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. (Al-Mujadilah: 22), hingga akhir ayat. diturunkan berkenaan dengan Abu Ubaidah alias Amir ibnu Abdullah ibnul Jarrah ketika membunuh ayahnya dalam Perang Badar. Karena itulah maka Umar ibnul Khattab r.a. ketika mengangkat anggota musyawarahnya yang diserahkan kepada enam orang sahabat, setelah Abu Ubaidah meninggal dunia, ia mengatakan, "Seandainya Abu Ubaidah masih hidup, tentulah aku akan mengangkatnya sebagai anggota musyawarahku."
Menurut pendapat yang lain, firman-Nya: sekalipun orang-orang itu bapak-bapak mereka. (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan Abu Ubaidah yang membunuh ayahnya (yang musyrik) dalam Perang Badar. atau (sekalipun mereka adalah) anak-anak (nya). (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan sahabat Abu Bakar As-Siddiq, yang pada hari itu (Perang Badar) hampir saja membunuh anaknya (yang saat itu masih musyrik), yaitu Abdur Rahman. atau (sekalipun mereka adalah) saudara-saudara (nya). (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan Mus'ab ibnu Umair. Dia telah membunuh saudara kandungnya yang bernama Ubaid ibnu Umair dalam perang tersebut. atau (sekalipun mereka adalah) keluarga (nya). (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan Umar yang dalam Perang Badar itu telah membunuh salah seorang kerabatnya yang musyrik, juga berkenaan dengan Hamzah, Ali, dan Ubaidah ibnul Haris; masing-masing dari mereka telah membunuh Atabah, Syaibah, dan Al-Walid ibnu Atabah dalam perang tersebut. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Menurut hemat saya, dapat dimasukkan ke dalam pengertian ini hadis berikut yang menceritakan saat Rasulullah Saw. bermusyawarah dengan kaum muslim sehubungan dengan para tawanan Perang Badar. Maka As-Siddiq berpendapat menerima tebusan pembebasan dari mereka, yang kelak dana tersebut dapat dijadikan sebagai kekuatan bagi pihak kaum muslim. Dan pula mengingat mereka yang menjadi tawanan itu terdiri dari saudara-saudara sepupu dan handai tolan, dengan harapan mudah-mudahan Allah Swt. memberi petunjuk kepada mereka di masa mendatang. Lain halnya dengan Umar, ia mengatakan, "Wahai Rasulullah, menurut hemat saya, bolehkah engkau memberikan kekuasaan kepadaku terhadap si Fulan salah seorang kerabatku, maka aku akan membunuhnya, dan engkau berikan kekuasaan kepada Ali terhadap Aqil, dan engkau berikan kekuasaan kepada Fulan terhadap si Fulan, agar Allah mengetahui dengan nyata bahwa dalam hati kami tidak ada rasa kasih sayang kepada orang-orang musyrik," hingga akhir kisah.

*******************

Firman Allah Swt.:

{أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ}

Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. (Al-Mujadilah: 22)
Yakni orang yang mempunyai sifat tidak mau berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka adalah ayahnya sendiri atau saudaranya sendiri, maka dia termasuk orang yang di dalam hatinya telah ditanamkan keimanan oleh Allah Swt. Yakni dia telah ditetapkan oleh Allah Swt. termasuk orang yang berbahagia, dan Allah menjadikan hatinya kuat dengan kebahagiaan itu dan imannya telah menghiasi kalbu sanubarinya. 
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka. (Al-Mujadilah: 22) Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka. 
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. (Al-Mujadilah: 22) Yaitu Allah menguatkan mereka.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ}

Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan)-Nya (Al-Mujadilah: 22)
Ayat yang bernada demikian telah sering ditafsirkan sebelumnya, sedangkan mengenai makna firman-Nya:

{رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ}

Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan)-iVya. (Al-Mujadilah: 22)
Ini mengandung rahasia yang sangat indah, mengingat mereka membenci kaum kerabat dan handai tolan demi membela agama Allah. Maka Allah memberikan gantinya kepada mereka dengan rida-Nya kepada mereka, dan Allah Swt. membuat mereka puas dengan apa yang Dia berikan kepada mereka berupa nikmat yang kekal, keberuntungan yang besar, dan keutamaan yang melimpah. 
Firman Allah Swt.:

{أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}

Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Al-Mujadilah: 22)
Yakni mereka yang bersifat demikian itu adalah golongan Allah, yaitu hamba-hamba-Nya yang dimuliakan oleh-Nya. 
Firman Allah Swt.:

{أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Al-Mujadilah: 22)
Ayat ini mengandung isyarat yang menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang beruntung, berbahagia, dan mendapat pertolongan Allah di dunia dan akhirat. Dan ini merupakan kebalikan dari orang-orang lain yang dimasukkan ke dalam golongan setan. Kemudian disebutkan oleh firman-Nya: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi. (Al-Mujadilah: 19)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Humaid Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Anbasah, dari seorang lelaki yang adakalanya ia sebutkan namanya. Dia mengatakan bahwa orang tersebut adalah Abdul Hamid ibnu Sulaiman yang tidak sempat tertulis di dalam kitabku, dari Az-Zayyal ibnu Abbad yang telah menceritakan bahwa Abu Hazim Al-A'raj berkirim surat kepada Az-Zuhri yang isinya mengatakan, "Ketahuilah, sesungguhnya kedudukan itu ada dua macam, yaitu ada kedudukan yang diberikan oleh Allah Swt. melalui kekasih-kekasih-Nya kepada kekasih-kekasih-Nya. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sebutannya tidak terkenal, begitu pula pribadinya. Sesungguhnya telah disebutkan sifat mereka oleh lisan Rasulullah Saw. melalui sabdanya yang mengatakan:

إن اللَّهَ يُحِبُّ الْأَخْفِيَاءَ الْأَتْقِيَاءَ الْأَبْرِيَاءَ، الَّذِينَ إِذَا غَابُوا لَمْ يُفتَقَدوا، وَإِذَا حَضَرُوا لَمْ يُدْعَوا، قُلُوبُهُمْ مَصَابِيحُ الْهُدَى، يَخْرُجُونَ مِنْ كُلِّ فِتْنَةٍ سَوْدَاءَ مُظْلِمَةٍ"

'Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tidak dikenal, bertakwa lagi bersih dirinya, yaitu orang-orang yang apabila tidak ada orang-orang lain tidak merasa kehilangan mereka; dan apabila mereka ada, tiada yang mengundang mereka. Hati mereka adalah pelita petunjuk, mereka dapat keluar dari tiap-tiap fitnah yang hitam lagi gelap. '
Mereka itulah kekasih-kekasih Allah Swt. yang disebutkan oleh firman-Nya:'Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung' (Al-Mujadilah: 22)."

قَالَ نُعَيم بْنُ حَمّاد: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَوْرٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ، لَا تَجْعَلْ لِفَاجِرٍ وَلَا لِفَاسِقٍ عِنْدِي يَدًا وَلَا نِعْمَةً، فَإِنِّي وَجَدْتُ فِيمَا أَوْحَيْتَهُ إِلَيَّ: {لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ}

Na'im ibnu Hammad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Yunus, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ya Allah, janganlah Engkau jadikan peran dan jasa bagi pendurhaka dan orang yang fasik di sisiku, karena sesungguhnya aku telah menjumpai di antara wahyu yang telah Engkau turunkan kepadaku, "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya" (Al-Mujadilah: 22).
Sufyan mengatakan, para ulama berpendapat bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang yang menggauli sultan. 
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad Al-Askari.

õõõ

Sabtu, 24 Desember 2016

Sabar Dalam Ujian

SABAR MENGHADAPI UJIAN HIDUP

Tidak ada satu manusia pun yang mengetahui akan kehendak dan kuasa Allah atas hamba-hamba Nya. Sungguh Allah Maha Berkehendak dan Kuasa atas sesuatu...

Boleh jadi dia kecil, kotor, atau jijik dan hina dihadapan sebahagian manusia, tapi  siapa tahu bila dia seorang hamba yang besar dan mulia dihadapan Allah sang Khaliq yang Maha Menggenggam atas hamba-hamba Nya...

Ketahuilah, ujian dan cobaan di dunia merupakan sebuah keharusan, siapa pun tidak bisa terlepas darinya. Bahkan, itulah warna-warni kehidupan. Kesabaran dalam menghadapi ujian dan cobaan merupakan tanda kebenaran dan kejujuran iman seseorang kepada Allah SWT

Sesungguhnya ujian dan cobaan yang datang bertubi-tubi menerpa hidup manusia merupakan satu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla. Tidak satu pun diantara kita yang mampu menghalau ketentuan tersebut.

Keimanan, keyakinan, tawakkal dan kesabaran yang kokoh amatlah sangat kita butuhkan dalam menghadapi badai cobaan yang menerpa. Sehingga tidak menjadikan diri kita berburuk sangka kepada Allah SWT terhadap segala Ketentuan-Nya.

Oleh karena itu, dalam keadaan apapun, kita sebagai hamba yang beriman kepada Allah SWT harus senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Dan haruslah diyakini bahwa tidaklah Allah menurunkan berbagai musibah melainkan sebagai ujian atas keimanan yang kita miliki. Allah sebagaimana tertulis dalam firman-Nya : “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk ke dalam surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam goncangan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang bersamanya : Bilakah datang pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amatlah dekat.” (QS. Al Baqarah : 214)

Kesabaran merupakan perkara yang amat dicintai oleh Allah dan sangat dibutuhkan seorang muslim dalam menghadapi ujian atau cobaan yang dialaminya. Sebagaimana dalam firman-Nya : “…Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Al Imran : 146)

Ada Beberapa Hal Yang Akan Menuntun Seorang Hamba Untuk Bisa Sabar Dalam Menghadapi Ujian Dan Cobaan, Sebagai Berikut :

Sebaiknya kita merenungkan dosa-dosa yang telah kita lakukan. Dan Allah menimpakan ujian atau musibah-musibah tersebut mungkin disebabkan dosa-dosa kita . Sebagaimana firman Allah SWT : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy Syuro : 30).

Apabila seorang hamba menyadari bahwa musibah-musibah yang menimpa disebabkan oleh dosa-dosanya. Maka dia akan segera bertaubat dan meminta ampun kepada Allah dari dosa-dosa yang telah dilakukannya

Dan Nabi Muhammad saw bersabda: “Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Jadi ujian dan cobaan, bisa sebagai penggugur dosa-dosa kita dan juga untuk mengangkat kita ke derajat keimanan yang lebih tinggi.

Kita harus menyakini dengan seyakin-yakinnya, bahwa Allah selalu ada bersama kita. Dan Allah telah memberikan jaminan untuk kita dalam surah Al Baqarah ayat 286, bahwa ” Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.

Dan Allah cinta dan ridha kepada orang yang sabar. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya sbb: dan sabarlah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Anfal : 46)

Dan Firman-Nya : “…Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS.Al Imran : 146)

Bersabarlah maka kita akan melihat betapa dekatnya kelapangan
Barangsiapa yang muraqabah (merasa diawasi) Allah dalam seluruh urusan, ia akan menjadi hamba Allah yang sabar dan berhasil melalui ujian apapun dalam hidupnya.

Kesabaran yang didapatkan ini, berdasarkan pada petunjuk Allah dalam Al Quran, surah At Thur ayat 48 : Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri”

Dan ketahuilah, bahwa barangsiapa yang mengharapkan Allah, maka Allah akan ada dimana dia mengharap.
Moga manfaat dan bisa jadi nutrisi qolbu serta renungan diri dalam kita menapaki hidup yang hanya sesaat dan singkat ini.

~Abah al-faqiir

Sabar dalam Ujian

SABAR MENGHADAPI UJIAN HIDUP

Ketahuilah, ujian dan cobaan di dunia merupakan sebuah keharusan, siapa pun tidak bisa terlepas darinya. Bahkan, itulah warna-warni kehidupan. Kesabaran dalam menghadapi ujian dan cobaan merupakan tanda kebenaran dan kejujuran iman seseorang kepada Allah SWT

Sesungguhnya ujian dan cobaan yang datang bertubi-tubi menerpa hidup manusia merupakan satu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla. Tidak satu pun diantara kita yang mampu menghalau ketentuan tersebut.

Keimanan, keyakinan, tawakkal dan kesabaran yang kokoh amatlah sangat kita butuhkan dalam menghadapi badai cobaan yang menerpa. Sehingga tidak menjadikan diri kita berburuk sangka kepada Allah SWT terhadap segala Ketentuan-Nya.

Oleh karena itu, dalam keadaan apapun, kita sebagai hamba yang beriman kepada Allah SWT harus senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Dan haruslah diyakini bahwa tidaklah Allah menurunkan berbagai musibah melainkan sebagai ujian atas keimanan yang kita miliki. Allah sebagaimana tertulisa dalam firman-Nya : “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk ke dalam surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam goncangan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang bersamanya : Bilakah datang pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amatlah dekat.” (QS. Al Baqarah : 214)

Kesabaran merupakan perkara yang amat dicintai oleh Allah dan sangat dibutuhkan seorang muslim dalam menghadapi ujian atau cobaan yang dialaminya. Sebagaimana dalam firman-Nya : “…Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Al Imran : 146)

Ada Beberapa Hal Yang Akan Menuntun Seorang Hamba Untuk Bisa Sabar Dalam Menghadapi Ujian Dan Cobaan, Sebagai Berikut :

Sebaiknya kita merenungkan dosa-dosa yang telah kita lakukan. Dan Allah menimpakan ujian atau musibah-musibah tersebut mungkin disebabkan dosa-dosa kita . Sebagaimana firman Allah SWT : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy Syuro : 30).

Apabila seorang hamba menyadari bahwa musibah-musibah yang menimpa disebabkan oleh dosa-dosanya. Maka dia akan segera bertaubat dan meminta ampun kepada Allah dari dosa-dosa yang telah dilakukannya

Dan Nabi Muhammad saw bersabda: “Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Jadi ujian dan cobaan, bisa sebagai penggugur dosa-dosa kita dan juga untuk mengangkat kita ke derajat keimanan yang lebih tinggi.
Kita harus menyakini dengan seyakin-yakinnya, bahwa Allah selalu ada bersama kita. Dan Allah telah memberikan jaminan untuk kita dalam surah Al Baqarah ayat 286, bahwa ” Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.

Dan Allah cinta dan ridha kepada orang yang sabar. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya sbb: dan sabarlah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Anfal : 46)

Dan Firman-Nya : “…Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS.Al Imran : 146)

Bersabarlah maka kita akan melihat betapa dekatnya kelapangan
Barangsiapa yang muraqabah (merasa diawasi) Allah dalam seluruh urusan, ia akan menjadi hamba Allah yang sabar dan berhasil melalui ujian apapun dalam hidupnya.

Kesabaran yang didapatkan ini, berdasarkan pada petunjuk Allah dalam Al Quran, surah At Thur ayat 48 : Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri”

Dan ketahuilah, bahwa barangsiapa yang mengharapkan Allah, maka Allah akan ada dimana dia mengharap.

Menyesal setelah Sakratul Maut

BARU MENYESAL SAAT SAKARATUL MAUT*

Alkisah seorang sahabat Nabi bernama Sya’ban RA.

Ia adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat2 yg lain.
Ada suatu kebiasaan unik dari beliau yaitu setiap masuk masjid sebelum sholat berjamaah dimulai dia selalu beritikaf di pojok depan masjid.
Dia mengambil posisi di pojok bukan karena supaya mudah bersandaran atau tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah.

Kebiasaan ini sudah dipahami oleh sahabat bahkan oleh Rasulullah SAW, bahwa Sya’ban RA selalu berada di posisi tsb termasuk saat sholat berjamaah.

Suatu pagi saat sholat subuh berjamaah akan dimulai RasululLah SAW mendapati bahwa Sya’ban RA tidak berada di posisinya seperti biasa. Nabi pun bertanya kepada jemaah yang hadir apakah ada yang melihat Sya’ban RA.

Namun tak seorangpun jamaah yang melihat Sya’ban RA. Sholat subuhpun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban RA. Namun yang ditunggu belum juga datang. Khawatir sholat subuh kesiangan, Nabi memutuskan untuk segera melaksanakan sholat subuh berjamaah.

Selesai sholat subuh, Nabi bertanya apa ada yang mengetahui kabar dari Sya’ban RA.
Namun tak ada seorangpun yang menjawab.
Nabi bertanya lagi apa ada yang mengetahui di mana rumah Sya’ban RA.

Kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia mengetahui persis di mana rumah Sya’ban RA.
Nabi yang khawatir terjadi sesuatu dengan Sya’ban RA meminta diantarkan ke rumahnya.
Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Nabi dan rombongan sebelum sampai ke rumah yang dimaksud.
Rombongan Nabi sampai ke sana saat waktu afdol untuk sholat dhuha (kira2 3 jam perjalanan).

Sampai di depan rumah tersebut Nabi mengucapkan salam. Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tsb.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Nabi bertanya.
“Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tsb.
“Bolehkah kami menemui Sya’ban, yang tadi tidak hadir saat sholat subuh di masjid?”

Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban RA menjawab:“Beliau telah meninggal tadi pagi..."

InnaliLahi wainna ilaihirojiun… Maa sya Allah, satu2nya penyebab dia tidak sholat subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya.

Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya kepada Rasul; “Ya Rasul ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dengan masing2 teriakan disertai satu kalimat.
Kami semua tidak paham apa maksudnya."

“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasul.

Di masing2 teriakannya dia berucap kalimat:
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
“ Aduuuh kenapa tidak yang baru……. “
“ Aduuuh kenapa tidak semua……”

Nabi pun melantukan ayat yg terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 22 :
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.“

Saat Sya’ban dalam keadaan sakratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah.
Bukan cuma itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah.
Apa yang dilihat oleh Sya’ban (dan orang yg sakratul maut) tidak bisa disaksikan oleh yang lain.
Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban melihat suatu adegan di mana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk sholat
berjamaah lima waktu.
Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki sudah tentu bukanlah jarak yang dekat.
Dalam tayangan itu pula Sya’ban RA diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah2 nya ke Masjid. Dia melihat seperti apa bentuk surga ganjarannya. Saat melihat itu dia berucap:
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban , mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih banyak dan sorga yg didapatkan lebih indah.

Dalam penggalan berikutnya Sya’ban melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Saat ia membuka pintu berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang.
Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Jadi dia memakai dua buah baju.
Sya’ban sengaja memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.
Pikirnya jika kena debu, sudah tentu yang kena hanyalah baju yg luar. Sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan solat dengan baju yang lebih bagus.

Dalam perjalanan ke masjid dia menemukan seseorang yang terbaring kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba, lalu segera membuka baju yang paling luar dan dipakaikan kepada orang tsb dan memapahnya untuk bersama2 ke masjid melakukan sholat berjamaah. Orang itupun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan sholat berjamaah.
Sya’ban pun kemudian melihat indahnya sorga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tsb.  Kemudian dia berteriak lagi:
“ Aduuuh kenapa tidak yang baru...“
Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban.
Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yang begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yang lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yg baru.

Berikutnya Sya’ban melihat lagi suatu adegan saat dia hendak sarapan dg roti yg dimakan dg cara mencelupkan dulu ke segelas susu.
Ketika baru saja hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yg meminta diberi sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal tsb. Sya’ban merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun dibagi dua.

Kemudian mereka makan bersama2 roti itu yg sebelumnya dicelupkan susu, dg porsi yg sama.
Allah kemudian memperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dg surga yg indah.
Demi melihat itu diapun berteriak
lagi: “Aduuuh kenapa tidak semua……”
Sya’ban kembali menyesal . Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut tentulah dia akan mendapat surga yg lebih indah.

Masyaallah, Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, tapi menyesali mengapa tidak optimal. Sesungguhnya semua kita nanti pada saat sakratul maut akan menyesal tentu dengan kadar yang berbeda, bahkan ada yg meminta untuk ditunda matinya karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas konsekwensi dari semua perbuatannya di dunia.
Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat dimundurkan.

Sering sekali kita mendengar ungkapan hadits berikut:
“Sholat Isya berjamaah pahalanya sama dengan sholat separuh malam.”
“Sholat Subuh berjamaah pahalanya sama dengan sholat sepanjang malam.”
“Dua rakaat sebelum Shubuh lebih baik dari pada dunia dan isinya.”

Namun lihatlah... masjid tetap saja lengang.
Seolah masjid menjadi perjalanan terjauh kita dan tidak percaya kepada janji Allah.

Mengapa demikian?
Karena apa yang dijanjikan Allah itu tidak terlihat oleh mata kita pada situasi normal.

Mata kita tertutupi oleh suatu hijab.
Karena tidak terlihat, maka yang berperan adalah iman dan keyakinan bahwa janji Allah tidak pernah meleset.
Allah akan membuka hijab itu pada saatnya.
Saat ketika nafas sudah sampai di tenggorokan.

Sya’ban RA telah menginspirasi kita bagaimana seharusnya menyikapi janji Allah tsb.

Dia ternyata tetap menyesal sebagaimana halnya kitapun juga akan menyesal.
Namun penyesalannya bukanlah karena tidak menjalankan perintah Allah SWT.
Penyesalannya karena tidak melakukan kebaikan secara optimal.

Semoga kita selalu bisa mengoptimalkan kebaikan² disetiap kesempatan. Aamiin.                                          Semoga Bermanfaat

~abah al-faqiir